Stockholm Syndrome

Apa itu stockholm syndrome

Sindrom stockholm maupun stockholm syndrome adalah respon psikologi. Stockholm syndrome adalah gangguan dimana sanggup berlangsung saat para sandera maupun korban pelecehan terikat dengan penculik mereka. Fenomena psikologi ini sanggup meningkat berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, maupun bertahun-tahun. Stockholm syndrome adalah fenomena psikologi dimana sanggup berlangsung antara korban serta algojo.  Seseorang sanggup meluaskan sindrom Stockholm saat mereka menghadapi ancaman dimana relevan terhadap keselamatan fisik maupun fenomena psikologis mereka. 

Individu dimana diculik sanggup meluaskan perkumpulan positif dengan penculiknya bila mereka mengadakan kontak tatap muka dengan mereka. Bila individu tersebut pernah menghadapi pelecehan fisik dari penculiknya, mereka barangkali merasa bersyukur bila pelaku memperlakukannya secara kemanusiaan maupun tidak menyakitinya secara jasmani. Seseorang sanggup menenangkan pelaku dalam menangani keselamatannya. Metode tersebut secara baik sanggup mempererat tanggapan bahwa mereka barangkali lebih baik berhadapan dengan pelaku. Hal tersebut menjadi faktor lain dalam perkembangan sindrom stockholm. Namun sejumlah besar tawanan serta penyintas pelecehan tidak mengidap kelainan sindrom stockholm.

Peneliti kesehatan mental menegaskan apa itu stockholm syndrome, mereka tidak mengatakan stockholm syndrome sebagai kelainan kesehatan mental resmi. Itulah sebabnya sindrom stockholm tidak ada dalam edisi kelima Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental.

Gejala Stockholm Syndrome

Dilihat dari penjelasan apa itu stockholm syndrome, stockholm syndrome didefinisikan sebagai suatu penyelesaian link empati antara korban penculikan. 

Stockholm syndrome sanggup bermanifestasi dalam sejumlah cara, antara lain:

  • Menerima kebaikan dari penculik maupun pelakunya.
  • Memperkuat perasaan positif antara individu maupun sekelompok individu dimana telah menahan mereka.
  • Mengadopsi tujuan, pandangan dunia, serta pandangan dimana sama dengan para penculik maupun pelaku kekerasan.
  • Merasa kasihan terhadap para penculik.
  • Menahan untuk meninggalkan penculiknya, sekalipun saat diberi waktu untuk meloloskan diri.
  • Mempunyai pikiran negatif terhadap polisi, keluarga, teman, serta siapapun dimana barangkali menolong mereka meloloskan diri dari keadaan mereka.
  • Tidak mendukung polisi serta otoritas pemerintah dalam menagih pelaku pelecehan.
  • Seusai bebas, individu dimana mengidap sindrom stockholm sanggup selalu mempunyai perasaan positif terhadap penculiknya. Akan tetapi mereka barangkali menghadapi kilas balik, depresi, kecemasan, serta stres pasca trauma

Sekalipun tidak ada definisi jelas mengenai stockholm syndrome, namun peneliti telah mengaitkannya dengan fenomena psikologis lain dimana terkait dengan pelecehan. 

Fenomena lain dimana terkait adalah sebagai berikut :

  • Ikatan trauma
  • Sindrom orang babak belur
  • Mempelajari ketidakberdayaan

Dalam kasus 2018, peneliti berusaha membangun hubungan antara sindrom stockholm dengan perdagangan seks. Peneliti menjelajahi akun pribadi dari pekerja seks perempuan dimana tinggal di India. 

Ada sejumlah narasi dimana sanggup mendeskripsikan keadaan dimana berhubungan dengan sindrom stockholm, diantaranya :

  • Ancaman dimana dirasakan terhadap kelangsungan hidup fisik serta psikologis
  • Kebaikan dimana sanggup dirasakan dari pedagang maupun klien
  • Isolasi dari dunia luar
  • Ketidakmampuan untuk melarikan diri

Stokcholm syndrome

Penyebab Stockholm Syndrome

Sejumlah peneliti, psikolog, serta kriminolog tidak sepenuhnya memahami sindrom stockholm, serta sebagian selalu memperdebatkan apakah itu ada atau tidak. 

Berikut penyebab stockholm syndrome menurut sejumlah peneliti :

  • Penculik memperlakukan korbannya secara manusiawi.
  • Para tawanan serta penculik mempunyai interaksi tatap muka dimana relevan, dimana sanggup memberikan kemungkinan untuk terikat satu sama lain.
  • Para tawanan merasa bahwa aparat penegak hukum tidak melakukan pekerjaannya dengan benar.
  • Seorang tawanan berpikir bahwa polisi serta pihak wajib lainnya tidak mengutamakan kepentingan mereka.

Diagnosa Stockholm Syndrome

Berdasarkan pengertian stockholm syndrome adalah respons psikologi, maka butuh metode viktimologi dalam mendiagnosa sindrom stockholm. 

Berikut dalam viktimologi mendiagnosa sindrom stockholm, yakni :

  • Korban mengembangkan rasa pengertian, simpati maupun bahkan persahabatan terhadap tindakan serta perkataan agresornya.
  • Korban tidak mengeluhkan penyerangan, kekerasan.
  • Korban tidak menentang penyerang, namun berusaha untuk membenarkan tindakannya.

Pengobatan Stockholm Syndrome

Sindrom stockholm lazimnya dianggap sebagai keadaan dimana berkembang dari stres dan ketakutan ekstrem. Perawatan paling efektif untuk sindrom stockholm adalah konseling ke psikiater serta dukungan besar dari keluarga (orang terdekat). Dengan dukungan penuh kasih, bimbingan psikiater, serta kesabaran, sindrom stockholm sanggup hilang secara perlahan. 

Referensi

  1. MedicalNewsToday : stockholm syndrome :
    https://www.medicalnewstoday.com/articles/stockholm-syndrome#summary
  2. Britannica : what is stockholm syndrome :
    https://www.britannica.com/science/Stockholm-syndrome
  3. healthline : stockholm syndrome :
    https://www.healthline.com/health/mental-health/stockholm-syndrome 

Mahendra Pratama

Mahendra Pratama, seorang ahli gizi berusia 52 tahun dan bekerja di Handal Dok sebagai penulis/editor. Ia lulus dari Universitas Wijaya Kusuma sekitar 25 tahun yang lalu. Dia adalah mahasiswa yang berprestasi. Mahendra sering menulis artikel tentang nutrisi atau cara menjaga kesehatan. Dia memiliki hobi - yoga.

Mungkin Anda juga menyukai