Gangguan Stres Pasca Trauma (OTSD)

Penjelasan 

Post-Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau shell shock adalah gangguan kesehatan mental (psikologis) yang disebabkan setelah seseorang mengalami, menyaksikan, ataupun mendengar secara langsung, suatu peristiwa yang mengerikan sehingga menyebabkan trauma.

Pada awalnya penderita gangguan stres pasca-trauma akan merasakan rasa bahaya yang meningkat sehingga menyebabkan mereka merasa stres atau takut, bahkan ketika mereka dalam kondisi dan situasi yang sebenarnya aman. Hal ini merupakan respons terhadap perubahan kimia dan neuron di otak setelah paparan peristiwa yang mengancam. 

Belum ditemukan cara atau obat yang dapat mencegah gangguan stres pasca-trauma atau PTSD, mendapatkan bantuan dan dukungan sedini mungkin dapat mencegah reaksi stres yang normal menjadi semakin buruk dan berkembang menjadi PTSD

Untuk sebagian orang yang mengalami peristiwa traumatis mungkin akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri, tetapi seiring berjalannya waktu akan mampu untuk menghadapi kejadian-kejadian traumatis yang dialami. 

apa itu Post-Traumatic Stress Disorder

Penyebab PSTD

Penyebab pasti PTSD belum diketahui, kemungkinan besar dapat disebabkan karena adanya suatu kombinasi dari temperamen, respons tubuh terhadap stres, pengalaman yang membuat stres dan traumatik,  serta faktor risiko seperti riwayat gangguan mental dalam keluarga (contohnya gangguan kecemasan dan depresi) juga dapat menyebabkan gangguan stres pasca-trauma.

Gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi saat seseorang pernah mengalami, melihat, mendengarkan, atau mempelajari tentang suatu peristiwa yang mengerikan seperti kematian, cedera serius, atau kekerasan seksual sehingga menyebabkan traumatis bagi penderitanya. 

Gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada siapa saja dan pada usia berapa pun, bahkan seseorang tidak harus memiliki kondisi serius untuk mengembangkan PTSD. Penyakit kecil atau pembedahan bisa menimbulkan trauma jika hal tersebut benar-benar membuat orang tersebut merasa kesal. Memiliki depresi atau masalah kesehatan mental lainnya juga dapat meningkatkan risiko PTSD.

Post-Traumatic Stress Disorder

Gejala 

Kata-kata, suara, atau situasi tertentu dapat mengingatkan tentang trauma sehingga dapat memicu gejala gangguan stres pasca-trauma. Apabila gejala PTSD yang dialami bertahan hanya selama 1 bulan, maka individu tersebut kemungkinan mengalami gangguan stres akut, tetapi gangguan stres akut yang dialami dapat berkembang menjadi PTSD. Gejala PTSD biasanya muncul 1 bulan, berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun setelah peristiwa traumatis.

Penderita gangguan stres pasca-trauma dapat mengalami depresi dan kepanikan, gejala yang dapat muncul akibat depresi dan kepanikan tersebut seperti: pusing,sakit kepala, jantung berdebar kencang, bahkan dapat menyebabkan penderita pingsan.

Kelompok gejala PTSD 

Gejala dari gangguan stres pasca-trauma dikelompokan menjadi 4, yaitu:

Sumber Penyebab

Penyebab terjadinya PTSD akan memiliki gejala, seperti:

  • Menyaksikan langsung peristiwa traumatis baik yang dialami sendiri maupun dialami oleh orang lain
  • Mengalami gambaran yang ekstrem atau terus-menerus mengenai rincian-rincian dari kejadian-kejadian traumatis.

Kejadian traumatis yang diulang-ulang 

Pada tipe ini penderita seperti menghidupkan kembali acara berulang-ulang, gejala yang dapat alami, yaitu:

  • Sering mimpi buruk mengenai situasi traumatis
  • Gangguan emosional yang hebat sehingga dapat terlihat jelas saat mengingat-ingat akan kejadian traumatis 
  • Kilas balik

Melalui permainan yang diulang-ulang, anak-anak dapat mengulangi kejadian-kejadian traumatis.

  • Pemikiran atau kenangan mengenai kejadian traumatis yang jelas dan tidak menyenangkan sehingga menganggu
  • Reaksi fisiologis yang kuat saat teringat atau mengingat akan kejadian traumatis (penderita dapat menunjukan reaksi dengan berkeringat dingin). 

Penghindaran atau menghindari

Penghindaran dan menghindari juga merupakan bagian dari gejala PTSD. Perilaku gejala yang dapat muncul adalah:

  • Menghindari pemikiran, perasaan, atau percakapan yang berhubungan dengan kejadian traumatis
  • Menghindari orang-orang, tempat-tempat, situasi atau aktivitas-aktivitas yang dapat memicu ingatan-ingatan mengenai kejadian traumatis.

Perubahan kognisi dan suasana hati yang menjadi negatif 

Penderita gejala ini minimal mengalami 2 dari point-point di bawah ini, yaitu:

  • Perasaan terpisah dari orang-orang lain.
  • Hilangnya minat pada aktivitas yang pernah disukai
  • Ketidakmampuan untuk mengingat aspek-aspek penting dari kejadian traumatis
  • Perasaan bersalah, khawatir, atau menyalahkan yang menyimpang dari kenyataan
  • Berfikiran negatif dan perasaan emosi secara terus-menerus dan berlebihan mengenai diri sendiri, orang lain, atau dunia. 
  • Pemikiran-pemikiran yang terganggu mengenai penyebab atau akibat dari kejadian traumatis secara terus-menerus.

Stimulus panca indera yang berlebihan (hyperarousal)

Penderita hyperarousal mengalami gejala minimal 2 dari poin-poin di bawah:

  • Gangguan tidur
  • Sulit konsentrasi
  • Respon kaget yang berlebihan
  • Emosional  atau perilaku mudah kesal
  • Panca indera yang lebih sensitif dan membuat individu berperilaku energik dan berlebihan (hypervigilance)
  • Perilaku yang menyakiti diri sendiri (self-destructive) atau yang tidak mempedulikan konsekuensi yang ditimbulkan (reckless)

Gejala pada anak yang berumur kurang dari 6 tahun

Pada anak-anak yang berumur kurang dari 6 tahun, reaksi akan trauma dapat menampakan gejala:

  • Gemetaran.
  • Sering menangis atau merengek-rengek.
  • Ekspresi wajah terlihat seperti ketakutan.
  • Takut berpisah dengan orangtua.
  • Tidak dapat bergerak atau tubuh menjadi kaku.
  • Melakukan gerakan yang tidak memiliki tujuan (aimless motion).
  • Menempel pada orang lain secara berlebihan (excessive clinging).
  • Berperilaku seperti di bawah usia perkembangannya (perilaku regresif).

Gejala pada anak yang berumur 6-11 tahun

Anak-anak berumur 6-11 tahun dapat menampakkan beberapa gejala, seperti:

  • Depresi.
  • Berkelahi.
  • Mimpi buruk.
  • Mudah marah.
  • Gangguan tidur.
  • Sulit konsentrasi
  • Menolak untuk ke sekolah.
  • Mati rasa secara emosional.
  • Rasa cemas atau bersalah.
  • Ketakutan yang tidak rasional.
  • Penarikan diri yang ekstrem.
  • Perilaku yang mengganggu orang lain.
  • Menunjukan ekspresi-ekspresi kemarahan.
  • Berperilaku di bawah usia perkembangannya (perilaku regresif).
  • Mengeluhkan rasa sakit  di tubuh tanpa adanya penjelasan medis yang jelas (psikosomatik). 

Remaja

Remaja dengan PSTD mungkin enggan membicarakan perasaan mereka dan akan menunjukan perilaku agresif atau mudah tersinggung, sehingga mungkin terlibat dalam kegiatan berisiko seperti penggunaan narkoba atau alkohol untuk mengatasinya.

Perempuan

Perempuan 2 kali lebih mudah mengalami gangguan stres pasca-trauma dan dapat bertahan lebih lama dibandingkan laki-laki, gejala-gejala pada wanita seperti mudah kaget, mati rasa (tanpa emosi), rasa cemas, tertekan dan akan lebih mudah teringat pada trauma. Perempuan yang mengalami komplikasi pada kehamilannya atau yang melahirkan terlalu dini, mengalami depresi, takut melahirkan, memiliki pengalaman buruk dengan kehamilan sebelumnya atau tidak mendapat dukungan, lebih beresiko terhadap PTSD. Mengidap gangguan stres pasca-trauma dapat mempersulit dalam merawat bayi.

Laki-laki

Gejala  PTSD pada laki-laki umumnya dimulai dalam bulan pertama setelah peristiwa traumatis, tetapi bisa butuh berbulan-bulan atau bertahun-tahun untuk tanda-tanda muncul.

Jangan anggap remeh gejala yang dialami karena dapat mengakibatkan penderita mengalami depresi, kegelisahan, penyalahgunaan narkotika, konsumsi alkohol berlebih untuk mengatasi gejalanya dan memiliki pikiran atau bahkan melakukan tindakan bunuh diri.

penyakit Post-Traumatic Stress Disorder

Diagnosa

Seperti pada umumnya setiap diagnosa akan dilakukan oleh dokter atau tenaga ahli dengan menanyakan riwayat kesehatan, melakukan pemeriksaan fisik dan berdiskusi mengenai tanda atau peristiwa yang dialami sehingga dapat memicu munculnya gejala gangguan stres pasca-trauma tersebut. 

Dokter atau tenaga ahli akan mendiagnosis seseorang berdasarkan DSM-5, yang berarti orang tersebut mengalami:

  • Minimal selama 1 bulan gejala-gejala PTSD
  • Minimal 1 gejala pengalaman ulang
  • Minimal 1 gejala penghindaran
  • Minimal 2 gejala gairah dan reaktivitas
  • Minimal 2 gejala kognisi dan suasana hati

Dimana semua gejala yang dialami tersebut mengganggu aktifitas keseharian dan dapat dipastikan bahwa gangguan yang dialami tidak berhubungan dengan efek fisiologis dari kondisi medis atau zat-zat tertentu.

Pengobatan PTSD 

Untuk memudahkan proses diagnosis dan pengobatan, para ahli membagi gejala gangguan stres pasca-trauma menjadi beberapa tipe yang didasarkan pada gejala yang dialami. Tipe-tipe tersebut adalah:

Acute stress disorder (ASD) bukan PTSD

Gejala seperti kecemasan dan penghindaran yang berkembang dalam waktu 1 bulan setelah peristiwa traumatis. Banyak penderita ASD yang tidak segera ditangani, berkembang menjadi PTSD.

PTSD disosiatif (derealization)

Keadaan ketika penderita melepaskan diri dari trauma, dimana penderita akan mengalami kesulitan memahami realitas di sekitar mereka, merasa terasingkan, atau merasa secara emosional dan fisik terpisah dari orang-orang serta pengalaman lainnya.

PTSD tanpa komplikasi 

Penderita gejala PTSD yang tidak memiliki masalah mental lain pada kesehatannya (seperti depresi) akan seperti mengalami kembali peristiwa traumatis dan menghindari orang serta tempat-tempat yang terkait dengan trauma.

PTSD Comorbid melibatkan gejala PTSD

Penderita akan mengalami gejala PTSD bersamaan dengan gangguan kesehatan mental lainnya seperti depresi, gangguan panik, atau masalah penyalahgunaan zat. Penderita dengan tipe ini akan mendapatkan hasil yang maksimal dari merawat yang dijalaninya.

Tipe-tipe lain yang juga dapat menentukan seseorang menderita PTSD adalah:

  • Dengan ekspresi tertunda
  • Beberapa gejala dapat segera terlihat tetapi tidak cukup untuk membuat diagnosis seseorang dinyatakan menderita PTSD, sehingga membutuhkan waktu diagnosis yang lebih lama (minimal 6 bulan).
  • PTSD kompleks

PTSD yang kompleks merupakan suatu istilah terpisah namun terkait yang digunakan untuk menggambarkan dampak emosional dari trauma berkelanjutan dan jangka panjang, atau dari berbagai trauma. Seseorang dengan tipe kompleks mungkin memiliki gejala lain selain gejala PTSD yang khas, seperti perasaan yang tidak terkendali atau persepsi diri yang negatif.

Perawatan dan pengobatan akan sangat membantu untuk anak-anak  dan orang dewasa dengan gangguan stres pasca-trauma, tetapi anak-anak membutuhkan perhatian dan dukungan ekstra dari orang-orang disekitar mereka untuk membantu merasa aman kembali. 

Penderita gangguan stres pasca-trauma mungkin akan disarankan melakukan terapi, pengobatan, atau kombinasi dari dua perawatan. Pengobatan dan perawatan dapat dilakukan dengan cara:

Medis (obat-obatan)

Gejala-gejala gangguan stres pasca-trauma dapat dikurangi dengan mengkonsumsi beberapa jenis obat. Obat anti-kecemasan dapat meredakan kecemasan yang parah dan obat antidepresan seperti sertraline (Zoloft) dan paroxetine (Paxil) dapat mengurangi gejala depresi, kecemasan, masalah tidur, dan konsentrasi.

Terapi

Terapi dapat dilakukan baik secara individual maupun berkelompok, ahli kesehatan mental mungkin juga akan memberikan beberapa teknik untuk dapat menangani stres. Beberapa jenis terapi yang dapat dilakukan adalah:

Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy) atau terapi bicara

Terapi ini membantu untuk memproses peristiwa traumatis, mengatur masalah dan mengubah perilaku serta pemikiran yang negatif. 

Terapi pemaparan (exposure therapy)

Terapi pemaparan akan dilakukan dengan cara menempatkan penderita di situasi-situasi atau kondisi-kondisi yang yang membuat individu takut atau cemas secara aman. Terapi ini membuat penderita dapat merasakan trauma kembali dan belajar untuk menghadapi trauma tersebut dengan efektif, sehingga dapat mengurangi rasa sensitif terhadap kejadian tersebut dan mengurangi gejala PTSD.

Terapi kognitif

Bertujuan untuk membantu mengidentifikasi pola pikir individu yang negatif dan bermasalah. Terapi ini biasanya akan dilakukan bersamaan dengan terapi pemaparan.

Pemrosesan ulang dan desensitisasi pergerakan mata (eye movement desensitization and reprocessing atau EMDR)

Penderita diberikan beberapa gerakan mata yang dipandu oleh ahli kesehatan mental, hal ini dapat membantu penderita untuk memproses kejadian traumatis yang dialami. Terapi ini biasanya akan dilakukan bersamaan dengan terapi pemaparan.

Perawatan di rumah atau dilakukan secara mandiri

Penderita dapat melakukan beberapa cara dibawah ini secara mandiri, antara lain:

  • Tetap mengikuti penanganan yang diberikan.
  • Mempelajari mengenai kondisi yang sedang alami.
  • Tidak mengkonsumsi alkohol, nikotin, dan narkotika. 
  • Mengubah pola pikir negatif atau pesimis menjadi positif.
  • Hindari atau kelola stres, seperti dengan melakukan yoga dan meditasi.
  • Mengalihkan rasa cemas dengan melakukan aktivitas lain, seperti berjalan-jalan santai.
  • Menerapkan pola hidup yang sehat, seperti mengonsumsi makanan yang bergizi, istirahat yang cukup, dan berolahraga secara teratur.
  • Bercerita dengan orang-orang terdekat mengenai masalah yang dialami atau mengikuti komunitas-komunitas dengan orang-orang yang mengalami hal yang serupa agar dapat berdiskusi dan saling mendukung.

Post-Traumatic Stress Disorder adalah

Pencegahan 

Belum ditemukan cara atau obat yang dapat mencegah gangguan stres pasca-trauma atau PTSD, mendapatkan bantuan dan dukungan sedini mungkin dapat mencegah reaksi stres yang normal menjadi semakin buruk dan berkembang menjadi PTSD. 

Bercerita mengenai trauma atau peristiwa yang dialami ke orang-orang terdekat yang dapat dipercaya dan yang bersedia untuk mendengarkan, menerima serta menenangkan pikiran dapat membantu. 

Segera berkonsultasi dengan dokter dan ahli kesehatan mental lainnya, apabila gejala gangguan stres pasca-trauma dirasakan semakin tidak dapat dikendalikan dan mengganggu aktivitas keseharian. 

Referensi:

Sehat Q: Post Traumatic Stress Disorder (PTSD): https://www.sehatq.com/penyakit/post-traumatic-stress-disorder-ptsd

Mahendra Pratama

Mahendra Pratama, seorang ahli gizi berusia 52 tahun dan bekerja di Handal Dok sebagai penulis/editor. Ia lulus dari Universitas Wijaya Kusuma sekitar 25 tahun yang lalu. Dia adalah mahasiswa yang berprestasi. Mahendra sering menulis artikel tentang nutrisi atau cara menjaga kesehatan. Dia memiliki hobi - yoga.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *