Alergi

Pemahaman alergi

Reaksi alergi (allergen) atau hipersensitivitas imunologis adalah suatu reaksi hipersensitivitas tubuh akibat induksi oleh imunoglobulin E (IgE) yang spesifik terhadap alergen tertentu yang berikatan dengan sel mast atau sel basofil. Ada 2 jenis hipersensitivitas, yaitu hipersensitivitas imunologis (alergi), dan hipersensitivitas non-imunologis. Alergi merupakan bagian dari hipersensitivitas, yaitu sekumpulan reaksi yang dapat melibatkan atau tidak melibatkan mekanisme imunologis, kondisi ini dipicu ketika tubuh bersentuhan dengan alergen dan langsung melawannya.

World Allergy Organization (WAO) menyebutkan 22% penduduk dunia menderita alergi dan terus meningkat setiap tahun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Universitas Indonesia pada penderita alergi polusi dan debu yang usianya di bawah 12 tahun, diketahui bahwa dalam kurun 20 tahun terakhir ada pertambahan persentase sampai 4 kali lipat dari yang semulanya 2% (tahun 1980) menjadi 8% pada tahun 2000. Sedangkan menurut World Allergy Organization (WAO) dalam The WAO White Book on Allergy tahun 2013 menunjukkan, angka prevalensi alergi mencapai 10-40% dari total populasi dunia.

Mekanisme reaksi alergi

Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dibagi dalam 4 tipe, yaitu:

Alergi langsung (tergantung IgE)

Hipersensitivitas imunologis (alergi) merupakan, yaitu respon antibodi tipe E (IgE). Tipe I hipersensitivitas ini melibatkan reaksi sistem kekebalan terhadap antigen (alergen yang dianggap asing bagi tubuh). Jenis reaksi kekebalan alergi ini mungkin melibatkan atau mungkin tidak melibatkan antibodi spesifik yang disebut tipe E.

Alergen dikenali oleh IgE yang ada di permukaan sel kekebalan tubuh, yaitu sel mast dan basofil polinuklear. Sel kemudian diaktifkan dan melepaskan mediator pro-inflamasi dan kemotaktik, menyebabkan reaksi inflamasi lokal atau umum. Alergi segera terjadi dalam beberapa menit atau jam setelah terpapar alergen. Manifestasi dari reaksi tersebut, diantara rhinitis alergi, asma, konjungtivitis, alergi makanan, anafilaksis, angioedema, gatal-gatal akut, dan dermatitis atopik.

Alergi yang tidak tergantung IgE

Hipersensitivitas non-alergi adalah istilah untuk menggambarkan hipersensitivitas di mana tidak ada mekanisme imunologis yang dapat dibuktikan (non spesifik), misalnya pelepasan asetilkolin atau histamin (khususnya dalam reaksi alergi semu terhadap makanan tertentu seperti stroberi atau coklat).

Ada 3 jenis hipersensitivitas alergi non-IgE dependent (tipe II, III dan IV), jenis reaksi alergi yang berbeda ini melibatkan rangkaian respons imun lainnya. Yaitu:

  • Tipe II reaksi alergi menggunakan jalur selular sitotoksik. Dimana alergen hadir pada permukaan sel-sel kekebalan dan diakui oleh antibodi yang menginduksi aktivasi kaskade protein yang menyebabkan lisis beredar dari sel.
  • Tipe III melibatkan IgG dan IgM dan alergen yang bersirkulasi. Hal ini menghasilkan pembentukan kompleks imun yang disimpan di jaringan sehingga menyebabkan aktivasi komplemen dan memicu reaksi inflamasi lokal. Misalnya, mekanisme yang bertanggung jawab atas penyakit serum.
  • Tipe IV melibatkan jenis khusus dari sel kekebalan (limfosit T), yang aktif setelah terkena alergen dan kemudian melepaskan sitokin pro-inflamasi dan kemotaktik yang menghasilkan reaksi inflamasi lokal. Reaksi ini bisa diwujudkan, misalnya dengan eksim kontak.

Penyebab alergi

Banyak faktor yang dapat menjadi asal mula manifestasi ini. Mereka dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori, yaitu penyebab alergi yang berasal dari dalam tubuh atau intrinsik

(yaitu faktor genetik) dan penyebab dari luar tubuh (ekstrinsik) yang terdiri atas lingkungan dan gaya hidup (termasuk pola makanan dan hygiene). 

Faktor lingkungan, seperti serbuk sari, iklim panas atau dingin. Pola makan terdiri dari, konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan tertentu dan komponen makanan (seperti telur, susu, kacang tanah dan ikan yang dapat menjadi pemicu alergi). Sedangkan hygiene terdiri dari paparan asap rokok atau zat-zat kimia tertentu (seperti bahan kimia utama pada parfum), hewan (seperti bulu hewan dan kecoa), debu, tungau, jamur dan keringat yang berlebih.

Tipe, gejala dan komplikasi alergi

Manifestasi alergi tampak berbeda-beda sesuai dengan letak dan rute paparan terhadap alergen, diantaranya:

Alergi saluran pencernaan 

Alergi pada saluran pencernaan jarang terjadi pada bayi dengan asupan ASI. Paling banyak terjadi pada anak yang minum susu sapi atau susu kaleng, dengan reaksi alergi berupa muntah, diare, kolik, konstipasi, buang air besar berdarah, dan kehilangan nafsu makan.

Urtikaria (kaligata, biduran) 

Gejalanya pada kulit berupa bentol (plaques edematous) multiple yang berbatas tegas, kemerahan, dan gatal. Kumpulan bentol tersebut berwarna merah atau merah muda dan bila ditekan akan menjadi memutih, bentuknya sirkuler atau serpiginosa (merambat). Jika dibiarkan dapat menjadi pembengkakan atau ruam di wajah, bahkan jika terjadi di mulut dapat terjadi gangguan pernapasan. 

Reaksi dari alergi sperma juga sama seperti alergi serbuk sari atau bulu hewan, dimana penderitanya mengalami rasa gatal, terbakar, bengkak pada vagina, bentol-bentol dan sesak napas. 

Asma bronkial 

Alergen memasuki tubuh dari rute saluran pernapasan, gejala sesak napas yang akan berlanjut ke serangan asma. Hal tersebut terjadi karena penyempitan saluran nafas akibat dari timbulnya banyak lendir pada saluran pernapasan, terutama pada malam hari. Gejala yang menonjol dari asma dapat berupa sesak napas, mengi, dan batuk berulang. 

Kebanyakan anak yang menderita asma mengalami gejala pertama sebelum usia 5 tahun, diameter saluran napas bagian bawah pada anak relatif lebih kecil 15 dibandingkan dengan dewasa sehingga lebih mudah terjadi obstruksi. Tulang rawan trakea dan bronkus pada bayi kurang kaku, sehingga mempermudah kolaps saat ekspirasi. Otot bronkus masih sedikit, sehingga menyebabkan bronkodilator tidak memberikan hasil yang diharapkan. Pada dinding bronkus utama anak ditemukan banyak kelenjar mukosa, sehingga dapat mengakibatkan hipersekresi dan memperberat obstruksi. Insertio diafragma pada bayi dan anak posisinya adalah horizontal, sehingga pada inspirasi diafragma akan menarik dada ke dalam (retraksi) 

Rhinitis alergi 

Manifestasi klinis baru ditemukan pada anak usia 4-5 tahun. Gejalanya hidung tersumbat, gatal di hidung dan mata, bersin, dan sekresi hidung. Anak yang menderita rinitis alergi kronik dapat memiliki bentuk wajah khas yaitu warna gelap serta bengkak di bawah mata. Bila hidung tersumbat berat, sering terlihat mulut selalu terbuka (adenoid face). Keadaan ini memudahkan timbul gejala lengkung palatum yang tinggi, overbite serta maloklusi. Anak yang sering menggosok hidung karena gatal menunjukkan tanda Allergic salute

Dermatitis Atopik (Eksim) 

Penyakit yang sering dijumpai pada bayi dan anak, ditandai dengan reaksi inflamasi pada kulit yang didasari oleh faktor herediter dan lingkungan. Umumnya terjadi pada bayi dari usia 8 minggu hingga 6 bulan. Terdapat tiga bentuk klinis dermatitis atopik, yaitu bentuk infant, bentuk anak, dan bentuk dewasa. Bentuk infant predileksi daerah muka terutama pipi, lebih sering terjadi pada bayi yang baru lahir dan ekstensor ekstremitas pada bayi sudah merangkak. Lesi yang menonjol adalah vesikel dan papula, serta garukan yang menyebabkan krusta dan terkadang infeksi sekunder (infeksi bakteri maupun jamur). Gatal merupakan gejala yang mencolok sehingga bayi sering rewel dan gelisah dengan tidur yang terganggu. 

Alergi pada anak merupakan lanjutan dari infant. Gejala klinis ditandai kulit kering (xerosis) bersifat kronis dengan predileksi daerah flexura antecubiti, poplitea, tangan, kaki, dan periorbita. Sedangkan pada orang dewasa terjadi sekitar usia 20 tahun, umumnya berlokasi di daerah lipatan, muka, leher, badan bagian atas, dan ekstremitas. Penggunaan kosmetik tertentu dapat menjadi faktor penyebab alergi kosmetik (seperti alergi lipstik), seperti munculnya iritasi kulit pada wajah, jerawat, dan rasa gatal.

Diagnosis alergi

Mendiagnosis alergi memerlukan eksplorasi gejala: frekuensi, musiman atau tidak, kecepatan onset, dan mempertanyakan riwayat keluarga pasien (orang yang dicintai dengan alergi). Tes tambahan juga dapat dilakukan untuk mengidentifikasi alergen yang bertanggung jawab atas reaksi alergi, penting untuk memberitahukan dokter mengenai perawatan dan pengobatan yang sedang dilakukan atau dikonsumsi. Beberapa tes tambahan yang dapat dilakukan dokter, diantaranya:

Tes darah

Tes ini terdiri dari sampel darah sederhana, dimana beberapa sampel darah akan dicampurkan dengan alergen tertentu. Tingkat imunoglobulin E yang ditunjukan, merupakan reaksi terhadap alergen yang diberikan sebelumnya.

Tes intradermal

Tes ini digunakan dan dilakukan di rumah sakit khusus, bertujuan untuk menyelidiki alergi terhadap racun atau obat-obatan. Obat yang dicurigai dalam bentuk suntikan, disuntikkan secara intra-dermal. Tindak lanjutnya juga akan dilakukan di rumah sakit tersebut.

Tes tempel kulit (skin patch test

Tes ini direkomendasikan untuk mendeteksi alergi yang tertunda, seperti eksim kontak.

Tes ini terdiri dari mengekspos kulit (umumnya pada bagian punggung), terhadap alergen yang dicurigai. Skin patch diterapkan setidaknya selama 48 jam, tes dianggap positif jika terdapat eritema dan atau edema dan atau vesikula. Selama pengujian, pasien harus menghindari paparan UV dan hindari kontak dengan air untuk mencegah patch lepas.

Tes tusuk kulit (skin prick test)

Tes ini dianjurkan untuk menyelidiki reaksi alergi pernafasan, makanan, jenis kontak (khususnya lateks), alergi terhadap racun dan syok anafilaksis. Tesnya cepat dan reaksinya dapat dibaca setelah sekitar sepuluh menit. Jika ada reaksi alergi terhadap salah satu alergen, akan muncul kemerahan atau sedikit bengkak (yang akan hilang dalam beberapa jam).

Tes ini tidak terlalu menyakitkan, dilakukan dengan meletakkan setetes alergen yang telah dimurnikan pada kulit lengan bawah pasien kemudian kulit ditusuk dengan jarum yang sangat halus untuk menembus alergen. Agar pengujian dapat diinterpretasikan, kontrol positif dan kontrol negatif dilakukan secara paralel. Kontrol positif adalah alergen di mana semua orang bereaksi, yang akan menunjukkan bahwa pasien tidak mengonsumsi anti-alergi apapun pada saat tes. Kontrol negatif untuk menunjukkan bahwa pasien tidak alergi terhadap produk alergen yang telah diencerkan sebelumnya.

Pengobatan alergi

Pada prinsipnya alergi tidak dapat disembuhkan, pengobatan yang dilakukan bertujuan untuk mengendalikan gejala alergi, mengurangi frekuensi serangan, meringankan intensitas serangan, dan membatasi penggunaan obat. 

Sebagian penderita dermatitis atopik, gejala dapat berkurang dan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Menghindari atau mengurangi faktor penyebab menjadi langkah pertama penatalaksanaannya. Sedangkan pengobatan rinitis alergi pada anak, dilakukan dengan penghindaran alergen penyebab dan kontrol lingkungan. 

Apabila reaksi alergi cukup parah, menjadi memburuk dengan cepat, mengganggu pernapasan, ruam yang sangat luas, atau tidak sadarkan diri, maka segera berkonsultasi dengan dokter atau segera dibawa ke rumah sakit. Sementara, reaksi alergi yang ringan bisa diatasi dengan obat-obatan tertentu yang tidak menyebabkan kantuk dan bisa digunakan untuk jangka panjang, seperti obat-obatan yang mengandung loratadin, fexofenadine atau cetirizine (tidak disarankan untuk ibu hamil).

Pengobatan alami (herbal)

Obat alami atau herbal juga dapat dilakukan untuk membantu mengatasi alergi pada kulit. Beberapa pengobatan herbal yang dapat dipilih, antara lain:

  • Oleskan madu atau daun biduri atau minyak kelapa murni atau gel lidah buaya murni pada area kulit yang terserang alergi 
  • Gosokan es batu atau irisan lidah buaya segar (dapat juga dicampur dengan yogurt) pada area kulit yang terserang alergi 
  • Oatmeal yang telah dicampurkan air terlebih dahulu dapat dimakan secara langsung atau di oleskan pada area kulit yang terserang alergi 
  • Oleskan daun salam yang telah dihaluskan dan dicampurkan dengan air pada area kulit yang terserang alergi, diamkan mengering 15 menit sebelum dibilas.

Mencegah alergi

Beberapa cara dibawah ini dapat mencegah munculnya alergi, diantaranya:

  • Kelola stres
  • Hindari konsumsi alkohol
  • Hindari suhu yang terlalu panas atau terlalu dingin
  • Kenali dan hindari  zat-zat yang dapat memicu timbulnya alergi
  • Gunakan pakaian longgar dengan bahan yang nyaman dan menyerap keringat
  • Kurangi konsumsi makanan yang dapat memancing pelepasan histamin (bayam, ikan, tomat, daging, hingga cokelat).

Referensi:

  1. Eprint.undip.ac.id: Alergi: (http://eprints.undip.ac.id/46310/3/Julita_Ashrifah_R_22010111130077_Lap.KTI_Bab2.pdf)
  2. Kompas.com: Alergi: Gejala, Penyebab, Faktor Risiko, dan Cara Mengobati: (https://health.kompas.com/read/2020/07/01/102900868/alergi–gejala-penyebab-faktor-risiko-dan-cara-mengobati?page=all)
  3. Popbela.com: Dijamin Ampuh, Coba 7 Obat Gatal Alergi Alami Ini Yuk: (https://www.popbela.com/beauty/skin/vidya-tarigan/obat-gatal-alergi-alami/7)

Mahendra Pratama

Mahendra Pratama, seorang ahli gizi berusia 52 tahun dan bekerja di Handal Dok sebagai penulis/editor. Ia lulus dari Universitas Wijaya Kusuma sekitar 25 tahun yang lalu. Dia adalah mahasiswa yang berprestasi. Mahendra sering menulis artikel tentang nutrisi atau cara menjaga kesehatan. Dia memiliki hobi - yoga.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *