Kudis

Penjelasan 

Kudis telah dikenal manusia sejak zaman kuno, dengan Aristoteles (384-322 SM), orang pertama yang diyakini telah mengidentifikasi tungau kudis, menggambarkannya sebagai “kutu dalam daging” dan menggunakan istilah “akari”. Selanjutnya, kudis telah disebutkan oleh banyak penulis berbeda, termasuk tabib Arab Abu el Hasan Ahmed el Tabari (sekitar 970), Saint Hildegard (1098-1179) dan tabib Moor Avenzoar (1091-1162). Pada tahun 1687, Bonomo dan Cestoni juga secara akurat menggambarkan penyebab kudis dalam sebuah surat. Deskripsi mereka yang menceritakan sifat parasit, penularan, kemungkinan penyembuhan dan gambar mikroskopis dari tungau dan telur S. scabiei diyakini sebagai penyebutan pertama dari teori parasit penyakit menular. Namun demikian, baru pada tahun 1868 (2 abad kemudian), penyebab kudis ditetapkan dengan publikasi risalah oleh Hebra.

Kudis atau skabies disebabkan oleh tungau mikroskopis Sarcoptes scabiei dan dapat menyebabkan ruam merah yang sangat gatal di kulit, sehingga menimbulkan dorongan yang sangat kuat untuk menggaruk terutama pada malam hari. Sarcoptes scabiei dapat hidup di kulit selama berbulan-bulan, mereka berkembang biak di permukaan kulit dan kemudian bersembunyi serta bertelur di dalamnya. 

Kudis ditularkan melalui pakaian, alas tidur yang penuh tungau dan melalui kontak fisik. Cara penyebaran kudis sangat cepat, dokter umumnya merekomendasikan pengobatan kudis juga dilakukan oleh seluruh keluarga atau kelompok yang sering melakukan kontak langsung dengan penderita.

Menurut Depkes tahun 2008, terdapat sebanyak 77 juta anak-anak dari 220 juta penduduk saat itu yang kemungkinan besar mudah terserang penyakit menular seperti kudis disebabkan populasi yang semakin bertambah. Menurut Ratna, di Indonesia jumlah penderita skabies pada tahun 2009 sekitar 6.915.135 (2,9%) dari jumlah penduduk 238.452.952 jiwa dan kudis menempati urutan ke 3 dari 12 penyakit kulit tersering. Sedangkan pada tahun 2012 sebanyak 8,46% dan meningkat pada tahun 2013 sebesar 9% (Depkes, 2013).

Penyebab kudis

Penyebab kudis

Penyebab kudis adalah tungau sangat kecil yang tidak dapat dilihat di kulit dan berkaki delapan bernama Sarcoptes scabiei. Tungau betina akan bersembunyi di lapisan atas kulit untuk hidup dan mencari makan, tungau akan bertelur di lapisan kulit bagian dalam. Kulit akan bereaksi terhadap tungau, telur dan kotorannya, sehingga akan menimbulkan ruam merah dan rasa gatal.

Penyebaran kudis sangat cepat dan ditularkan melalui kontak langsung kulit-ke-kulit, hubungan seksual, berbagi pakaian, seprai, tempat tidur atau selimut dengan orang yang terinfeksi.

Gejala kudis

Gejala akan muncul setelah 6 minggu sejak pertama kali terpapar kudis, gejala dapat muncul lebih cepat apabila seseorang pernah menderita kudis sebelumnya. Gejala yang dapat muncul berupa ruam, gigitan kecil, gatal-gatal hebat yang akan memburuk di malam hari, benjolan di bawah kulit, atau benjolan mirip jerawat dan terkadang akan terlihat jejak liang tungau di kulit. Ruam atau jejak pada kulit, mungkin hanya akan terlihat seperti garis kecil yang menonjol atau perubahan warna kulit.

Pada orang dewasa ruam atau jejak tungau akan muncul di sela-sela jari, pergelangan tangan, siku, ketiak, puting susu, pinggang, pantat dan penis. Sedangkan pada bayi, balita dan manula, ruam atau jejak tungau akan muncul di area wajah, kepala, leher, tangan dan telapak kaki.

Jenis dan komplikasi

Infeksi bakteri muncul sebagai akibat dari kudis yang terus menerus digaruk dan menyebabkan luka sehingga memudahkan bakteri berbahaya masuk dan menyerang tubuh. Komplikasi kudis sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:

Kudis pada umumnya (typical scabies)

Pada jenis ini, kudis menyebabkan ruam gatal di tangan, pergelangan tangan, dan tempat umum lainnya. Namun, tidak menginfeksi kulit kepala atau wajah.

Kudis nodular

Jenis kudis ini dapat berkembang menjadi benjolan yang gatal dan menonjol, terutama di area genital, ketiak, atau selangkangan.

Kudis berkrusta (norwegian scabies)

Kudis berkrusta merupakan jenis kudis yang lebih parah dan sangat menular. Penderita kudis hanya memiliki 10-15 tungau di tubuhnya, sedangkan pada penderita kudis berkrusta tungau dapat mencapai ribuan. Sehingga kulit menjadi keras, tebal, berwarna abu-abu, bersisik, mudah hancur ketika disentuh dan kudis akan menyebar ke area lain di tubuh. 

Kudis berkusta akan lebih banyak diderita orang-orang dengan sistem imun yang lemah, menderita suatu penyakit kronis, mereka yang sedang dirawat di rumah sakit, orang-orang yang menggunakan steroid atau obat-obatan tertentu (seperti beberapa untuk rheumatoid arthritis), atau orang-orang yang sedang menjalani kemoterapi.

Diagnosa kudis

Seperti pada umumnya setiap diagnosa akan dilakukan oleh dokter dengan menanyakan riwayat kesehatan (baik individu maupun keluarga), menanyakan gejala, dan melakukan pemeriksaan fisik. Apabila diperlukan dokter juga akan melakukan tes tambahan.

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksa area kulit yang terkena, dokter terkadang juga akan menghilangkan tungau dari kulit dengan menggunakan jarum. Apabila tungau tidak dapat ditemukan dengan mudah, dokter akan mengikis sebagian kecil kulit untuk mengambil sampel jaringan yang kemudian akan diperiksa di bawah mikroskop untuk memastikan keberadaan tungau kudis atau telurnya.

Tes tambahan berupa tes tinta kudis (burrow ink test) dapat membantu menemukan jalur berlubang di kulit yang dibuat oleh tungau. Tes ini dilakukan dokter dengan menjatuhkan tinta dari pulpen ke area kulit yang tampaknya penuh, kemudian tinta akan dihapus. Apabila tinta yang jatuh ke dalam jalur akan tetap ada dan terlihat jelas dengan mata telanjang, maka penderita terindikasi mengalami gigitan dari kutu atau tungau.

Pengobatan kudis

Rasa gatal pasca kudis dapat bertahan selama 1 bulan, dimana pada minggu pertama pengobatan gejala dapat menjadi semakin parah. Namun, setelah itu rasa gatal akan berkurang dan akan sembuh total pada minggu keempat pengobatan. Kulit yang belum sembuh dalam waktu 1 bulan mungkin mungkin disebabkan karena kulit masih dipenuhi tungau kudis.

Kudis dapat diobati dengan beberapa cara, baik secara medis maupun non medis. Diantaranya adalah dengan:

Obat krim atau lotion

Umumnya dokter akan menganjurkan obat krim atau lotion yang dioleskan pada malam hari saat tungau paling aktif dan dapat dicuci keesokan paginya, seperti:

Krim 

Seperti krim elimite yang dapat membunuh tungau kudis beserta telurnya. Obat ini aman dikonsumsi oleh semua kalangan.

Lotion 

Seperti lotion lindane yang dapat membunuh tungau, namun lotion ini tidak boleh diberikan pada anak dengan usia <10 tahun, wanita hamil atau menyusui, dan siapapun yang berat badannya <50 kg.

Obat yang diminum 

Ada beberapa jenis obat-obatan yang dapat diminum untuk mengobati kudis, terutama untuk kondisi kronis. Yaitu:

Antibiotik 

Menggaruk terus menerus pada area yang terinfeksi dapat menyebabkan luka yang terinfeksi. Jika ini terjadi, pengobatan tambahan dengan antibiotik untuk infeksi kulit mungkin disarankan.

Ivermectin (stromectol) 

Obat ini digunakan untuk orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, penderita yang tidak menunjukan perbaikan gejala setelah perawatan awal  dan untuk penderita kudis berkrusta. Obat ini tidak aman untuk ibu hamil atau menyusui atau untuk anak-anak dengan berat badan <15 kg.

Perawatan dengan bahan-bahan alami 

Obat alami atau herbal juga dapat menjadi pilihan untuk meredakan gejala dan membunuh tungau yang menyebabkan rasa tidak nyaman, diantaranya dengan menggunakan:

Sulfur 

Sulfur dapat digunakan sebagai sabun, salep, sampo, atau cairan untuk mengobati kudis.

Minyak pohon teh

Minyak pohon teh dapat mengobati kudis, sekaligus meredakan gatal dan membantu menghilangkan ruam. Namun, minyak ini tidak akan efektif pada tungau yang terkubur terlalu dalam pada kulit.

Minyak esensial

Minyak cengkeh adalah pembunuh serangga alami (termasuk tungau). Beberapa jenis minyak esensial lainnya yang dapat digunakan adalah minyak lavender, serai, dan minyak pala.

Lidah buaya

Gel lidah buaya murni dikenal karena kemampuannya untuk meringankan iritasi kulit dan dapat mengobati kudis. 

Krim capsaicin

Meskipun tidak dapat membunuh tungau, krim yang dibuat dengan capsaicin dan cabai rawit dapat mengurangi rasa sakit serta gatal. Krim membuat kulit menjadi tidak sensitif terhadap gigitan dan serangga yang mengganggu.

Pencegahan kudis

Barang yang tidak bisa di dry clean atau dicuci, bisa didesinfeksi dengan menyimpannya di dalam kantong plastik tertutup selama beberapa hari hingga seminggu. Tungau kudis umumnya tidak bertahan lebih dari 2-3 hari jauhnya dari kulit manusia. Anak-anak dan orang dewasa biasanya dapat kembali ke penitipan anak, sekolah atau bekerja sehari setelah perawatan.

Orang dengan kudis berkerak dan kontak dekat mereka (termasuk anggota rumah tangga), harus ditangani dengan cepat dan agresif untuk menghindari wabah. Wabah institusional bisa sulit dikendalikan dan membutuhkan respons yang cepat, agresif dan berkelanjutan.

Ruangan yang digunakan oleh pasien dengan kudis berkrusta harus dibersihkan secara menyeluruh dan disedot setelah digunakan. Disinfestasi lingkungan menggunakan semprotan pestisida atau kabut umumnya tidak diperlukan dan tidak dianjurkan.

Pencegahan juga dapat dilakukan dengan beberapa hal, seperti:

  • Jaga kebersihan dan sanitasi rumah. 
  • Hindari kontak langsung kulit-ke-kulit dengan orang yang diketahui mengidap kudis. 
  • Hindari menggunakan pakaian atau tempat tidur yang tidak dicuci dan telah digunakan oleh seseorang yang menderita kudis.
  • Apabila ada 1 orang di rumah yang terkena kudis, sebaiknya seluruh anggota rumah juga diobati.
  • Vakum perabotan yang tidak dapat dicuci, kemudian buang kotoran dan bersihkan vakum dengan cairan pemutih dan air panas.
  • Cuci pakaian, sprei, handuk dan bantal yang digunakan 3 hari sebelum perawatan dengan air panas yang mencapai suhu 50 ° C, lalu keringkan dengan suhu yang sangat tinggi.
  • Tutup barang-barang yang terkena tungau dalam kantong plastik tertutup dan letakkan di tempat yang tidak ditinggali, seperti garasi. Tungau akan mati dalam beberapa minggu tanpa makanan.

Kesimpulan

Kudis atau skabies disebabkan oleh tungau mikroskopis Sarcoptes scabiei dan dapat menyebabkan ruam merah yang sangat gatal di kulit, sehingga menimbulkan dorongan yang sangat kuat untuk menggaruk terutama pada malam hari. Sarcoptes scabiei dapat hidup di kulit selama berbulan-bulan, mereka berkembang biak di permukaan kulit dan kemudian bersembunyi serta bertelur di dalamnya. Kudis menyebar dengan sangat cepat dan ditularkan melalui pakaian, alas tidur yang penuh tungau dan melalui kontak fisik. Sehingga, pengobatan kudis juga dilakukan oleh seluruh keluarga atau kelompok yang sering melakukan kontak langsung dengan penderita.

Kudis dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang dibagi menjadi 3 jenis, yaitu typical scabies yang menyebabkan ruam gatal di tangan, pergelangan tangan, dan tempat umum lainnya. Namun, tidak menginfeksi kulit kepala atau wajah. Kudis nodular, dimana kudis berkembang menjadi benjolan yang gatal dan menonjol, terutama di area genital, ketiak, atau selangkangan. Jenis terakhir adalah kudis berkrusta (norwegian scabies), kudis kronis dan sangat menular. Kudis dapat diobati dan dicegah terutama dengan menerapkan pola hidup sehat dan dengan selalu menjaga kebersihan.

5 Fakta yang meresahkan

  1. Walaupun tampak sebagai ruam sederhana, kudis sebenarnya merupakan investasi. Tungau kecil bernama Sarcoptes scabiei mendirikan tempat di lapisan luar kulit manusia dan kulit tidak menyukai invasi. Saat tungau bersembunyi dan bertelur di dalam kulit, infestasi menyebabkan rasa gatal yang tak kunjung hilang dan ruam yang marah. 
  2. Tungau menyerang area yang sangat sensitif. “Orang dapat mengembangkan ruam bersisik merah yang meluas, tetapi lokasi klasik termasuk alat kelamin, pantat, pusar, ketiak, di sekitar areola payudara, pergelangan tangan atau kaki dan ruang antar jaring tangan atau kaki,” kata Shinjita Das, seorang ahli klinis. Instruktur di Harvard Medical School dan dokter kulit di Rumah Sakit Umum Massachusetts, melalui email.
  3. Ini semacam STD. Kudis dapat menyebar dengan berbagai cara seperti berpegangan tangan dan berbagi tempat tidur atau furnitur dengan seseorang yang mengidapnya,  tetapi umumnya menyebar pada pasangan seksual. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit, kudis sering ditularkan secara seksual (mereka yang berada di dalam penjara, panti jompo dan pusat tinggal diperpanjang juga berisiko lebih tinggi). 
  4. Ada sesuatu yang disebut kudis berkulit yang sebenarnya tidak diinginkan dan inilah alasannya, meskipun orang dengan kudis biasanya hanya memiliki 10-15 tungau pada waktu tertentu, “orang dengan kudis berkerak memiliki kulit tebal yang berisi banyak tungau dan telur kudis,” menurut CDC. Kudis berkerak juga sangat menular.
  5. Sulit untuk mendiagnosis. Mengapa? “Ini dapat meniru banyak kondisi kulit lainnya (misalnya gigitan serangga, gatal-gatal, eksim, folikulitis dan ekskoriasi neurotik),” tulis Das. “Kecurigaan meningkat jika beberapa kontak dekat rumah juga terasa gatal dan jika tanda-tanda keberadaan liang (rumah kudis) dicatat.”

Referensi:

  1. SehatQ: Kudis: (https://www.sehatq.com/penyakit/kudis)
  2. Tribunnewswiki.com: Kudis: (https://www.tribunnewswiki.com/2020/08/02/kudis)

Mahendra Pratama

Mahendra Pratama, seorang ahli gizi berusia 52 tahun dan bekerja di Handal Dok sebagai penulis/editor. Ia lulus dari Universitas Wijaya Kusuma sekitar 25 tahun yang lalu. Dia adalah mahasiswa yang berprestasi. Mahendra sering menulis artikel tentang nutrisi atau cara menjaga kesehatan. Dia memiliki hobi - yoga.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *