Penyakit Addison

Pengertian Penyakit Addison

Penyakit Addison (Addison Disease) adalah penyakit langka yang terjadi akibat kelainan pada korteks adrenal. Pengertian korteks adrenal sendiri adalah bagian luar dari kelenjar adrenal.  Kelenjar adrenal ini berfungsi sebagai penghasil hormon-hormon penting, yaitu hormon kortisol dan aldosteron. Pada penderita penyakit Addison, kelenjar adrenal mengalami kerusakan, sehingga tidak mampu menghasilkan hormon kortisol dan aldosteron dalam jumlah yang mencukupi. Penyakit Addison juga biasa disebut dengan insufisiensi adrenal primer. Penyakit ini menimbulkan banyak gejala, termasuk hipotensi dan hiperpigmentasi, dan lebih lanjut lagi bisa menyebabkan krisis adrenal dengan kolaps kardiovaskular. Diagnosis ditegakkan secara klinis dengan menemukan peningkatan hormon adrenokortikotropik (ACTH hormone) dalam plasma disertai penurunan hormon kortisol dalam plasma. Pengobatan penyakit Addison dilakukan berdasarkan pada penyebabnya, tetapi biasanya melibatkan hidrokortison dan terkadang dengan hormon-hormon lain.

Penyakit Addison (Addison disease) memiliki angka kejadian sekitar 4 dari 100.000 kasus pada setiap tahunnya. Penyakit ini dapat menyerang semua kelompok umur, dengan jumlah yang hampir seimbang pada masing-masing jenis kelamin, dan bisa muncul dengan sendirinya pada orang yang mengalami stress metabolik, infeksi, atau trauma. Krisis adrenal (timbulnya gejala yang parah dan mendadak) umumnya dipicu karena infeksi akut, terutama pada penderita sepsis. Pemicu krisis adrenal yang lain meliputi trauma, pembedahan, dan kehilangan kadar natrium karena keringat berlebih. Meski telah dilakukan pengobatan, penyakit Addison tetap bisa meningkatkan risiko kematian. Tidak jelas apakah peningkatan tersebut karena pengobatan krisis adrenal yang tidak tepat ataukah karena komplikasi jangka panjang.

Gejala Penyakit Addison

Patofisiologi Penyakit Addison

Penderita penyakit Addison mengalami defisiensi atau kekurangan mineralokortikoid dan glukokortikoid. Fungsi mineralokortikoid adalah untuk menstimulasi reabsorpsi natrium dan ekskresi kalium. Sehingga, defisiensi hormon tersebut akan mengakibatkan peningkatan ekskresi natrium dan penurunan ekskresi kalium, yang utamanya terjadi dalam urin, juga keringat, air liur, dan saluran gastrointestinal. Hasilnya adalah konsentrasi natrium yang rendah (hiponatremia) dan konsentrasi kalium yang tinggi (hiperkalemia). Hilangnya kadar air dan garam dari kandung kemih menyebabkan dehidrasi yang hebat, hipertonisitas plasma, asidosis, penurunan volume sirkulasi, hipotensi, dan akhirnya kolaps sirkulasi. Namun, ketika insufisiensi adrenal disebabkan oleh produksi hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang tidak adekuat (yang biasanya disebut dengan insufisiensi adrenal sekunder), kadar elektrolit seringkali normal atau hanya sedikit terganggu, dan masalah peredaran darah tidak terlalu parah. Hormon ACTH adalah hormon yang diproduksi kelenjar hipofisis dan memiliki peran besar dalam merespon stress.

Defisiensi glukokortikoid mengakibatkan rendahnya tekanan darah (hipotensi), meningkatkan sensitivitas insulin, dan mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Karena ketiadaan hormon kortisol, maka terdapat penurunan produksi karbohidrat dari protein, yang menyebabkan hipoglikemia dan berkurangnya simpanan glikogen di dalam hati. Selanjutnya, tubuh menjadi lemah sebagai bagian dari disfungsi neuromuskuler. Lalu, terjadi penurunan resistensi terhadap infeksi, trauma, dan stress lainnya. Kelemahan jantung dan dehidrasi menurunkan curah jantung, sehingga menyebabkan kolapsnya sirkulasi darah. Penurunan hormon kortisol diikuti dengan peningkatan produksi hormon ACTH pada hipofisis dan peningkatan hormon beta-lipotropin dalam darah. Hormon beta-lipotropin tersebut dapat menstimulasi melanosit, yang kemudian bersama-sama dengan hormon ACTH bertanggung jawab atas terjadinya hiperpigmentasi pada kulit dan membran mukosa (melanoderma). Hiperpigmentasi inilah yang menjadi ciri khas dari penyakit Addison. Jadi, insufisiensi adrenal sekunder yang disebabkan kekurangan ACTH tidak menyebabkan hiperpigmentasi.

Sementara itu, jika pada penyakit Addison terjadi penurunan hormon kortisol, maka pada kondisi sebaliknya terdapat sindrom Cushing (Cushing syndrome). Sindrom Cushing artinya kelainan hormonal akibat dari tingginya kandungan hormon kortisol di dalam tubuh penderita, atau bisa juga disebut hiperkortisolisme.

Gejala Penyakit Addison

Tanda dan gejala paling awal dari penyakit Addison ini berupa kelemahan, kelelahan, dan hipotensi ortostatik.

Selanjutnya, muncul hiperpigmentasi atau yang disebut melanoderma, yang ditandai dengan penyebaran warna kecoklatan pada bagian tubuh yang terbuka. Sementara, di tingkat yang lebih rendah, hiperpigmentasi terjadi pada bagian yang tersembunyi, terutama area yang mendapat tekanan (tonjolan tulang), lipatan kulit, bekas luka, dan lipatan sendi bagian luar. Bintik-bintik hitam sering muncul di dahi, wajah, leher, dan bahu. Lalu, dapat pula terjadi perubahan warna biru kegelapan pada areola dan selaput-selaput lendir di bibir, mulut, rektum, juga vagina.

Selain itu, sering terjadi anoreksia, mual, muntah, dan diare. Penurunan toleransi terhadap rasa dingin dengan hipometabolisme juga perlu diperhatikan. Ditambah dengan rasa pusing dan pingsan yang bisa saja terjadi.

Krisis adrenal

Krisis adrenal mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

  • Astenia (kelemahan)
  • Nyeri hebat di perut, punggung bagian bawah, atau kaki
  • Kolaps pembuluh darah perifer
  • Penutupan ginjal dengan azotemia

Meski demam yang tinggi sering terjadi, bisa saja penderita mengalami suhu tubuh yang rendah, terutama jika krisis dipicu oleh infeksi akut.

Sejumlah besar pasien yang kehilangan sebagian fungsi adrenalnya (memiliki cadangan adrenal terbatas) tampak sehat-sehat saja, tetapi akan mengalami krisis adrenal ketika berada dalam kondisi stress fisiologis (seperti saat pembedahan, mengalami infeksi, luka bakar, atau menderita penyakit serius). Satu-satunya tanda yang mungkin muncul adalah kolaps kardiovaskuler (syok) dan demam.

Penyebab Penyakit Addison

Di Amerika Serikat, sekitar 70% kasus Addison disease/penyakit Addison disebabkan oleh atrofi idiopatik pada korteks adrenal yang kemungkinan berawal dari proses autoimun. Penyebab lainnya adalah karena kerusakan pada kelenjar adrenal oleh granuloma (contohnya tuberkulosis dan histoplasmosis), tumor, amiloidosis, perdarahan, atau nekrosis. Hipoadrenokortisisme juga bisa terjadi karena pemberian obat yang memblokir sintesis kortikosteroid, misalnya ketokonazol (obat anestesi etomidat).

Penyakit Addison bisa muncul secara bersamaan dengan diabetes melitus atau hipotiroid pada sindrom defisiensi poliglanduler. Di usia anak-anak, penyebab paling umum dari insufisiensi adrenal primer adalah hiperplasia adrenal kongenital, tetapi kelainan genetik lain juga mulai dikenal sebagai penyebabnya.

Diagnosis Penyakit Addison

Biasanya dokter akan menanyakan tentang riwayat penyakit kepada pasien serta melihat tanda dan gejala yang dialami pasien. Selain itu, juga perlu ditanyakan kepada pasien apakah terdapat anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit autoimun.

Langkah selanjutnya untuk menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan melakukan pemeriksaan lebih lanjut, seperti tes laboratorium yang digunakan untuk memeriksa kadar hormon kortisol dan hormon ACTH guna mengkonfirmasi insufisiensi adrenal. Jika kadar ACTH dan kortisol berada di ambang batas dan diduga secara klinis mengalami insufisiensi adrenal, terutama pada pasien yang akan menjalani operasi besar, maka tes provokatif harus dilakukan. Jika waktunya terlalu singkat (misalnya pada pembedahan darurat), pasien diberikan hidrokortison secara empiris (misalnya 100 mg intravena atau intramuskular), dan tes provokatif dilakukan setelahnya.

Tes provokatif yang dapat dilakukan di antaranya adalah:

  • Tes stimulasi hormon ACTH. Tes ini dilakukan dengan menyuntikkan cosyntropin (ACTH sintetis) sebanyak 250 mcg secara intravena atau intramuskular, dilanjutkan dengan pengukuran kadar kortisol serum. Pasien yang mendapat suplemen glukokortikoid atau spironolakton tidak boleh meminumnya pada hari dilakukannya tes tersebut.
  • Tes stimulasi ACTH yang berkepanjangan (pengambilan sampel selama 24 jam) dapat digunakan untuk mendiagnosis insufisiensi adrenal sekunder (atau tersier, yaitu hipotalamus). Cosyntropin 1 mg diberikan secara intramuskular, dan kortisol diukur dengan interval selama 24 jam (biasanya pada 1, 6, 12, dan 24 jam). Hasil untuk satu jam pertama serupa dengan tes singkat (pengambilan sampel yang dihentikan setelah 1 jam) dan tes jangka panjang, tetapi pada penyakit Addison tidak ada kenaikan lebih lanjut setelah 60 menit. Pada insufisiensi adrenal sekunder dan tersier, kadar kortisol terus meningkat selama ≥ 24 jam.

Selain itu, pemeriksaan rontgen dada juga harus dilakukan pada pasien dengan tuberkulosis. Jika terdapat keraguan, maka pelaksanaan CT-scan pada kelenjar adrenal akan sangat membantu. Pada pasien dengan penyakit autoimun, adrenal akan mengalami atrofi, sedangkan pada pasien tuberkulosis atau granuloma lainnya, adrenal mengalami pembesaran dan sering mengalami kalsifikasi. Lalu, hiperplasia adrenal bilateral yang terjadi terutama pada anak-anak dan remaja menunjukkan adanya kerusakan enzim genetik.

Pengobatan Penyakit Addison

Pada kondisi normal, sekresi hormon kortisol paling tinggi terjadi pada pagi hari, dan paling rendah terjadi pada malam hari. Maka dari itu, hidrokortison (yang identik dengan hormon kortisol) diberikan dalam dua atau tiga bagian dosis, dengan dosis harian total setara dengan 15 sampai 30 mg. Satu takaran yang diberikan di pagi hari sejumlah setengah dari dosis total, dan separuhnya lagi dibagi antara waktu makan siang dan sore hari (misalnya, 10 mg – 5 mg – 5 mg). Atau bisa juga dengan memberikan dua pertiga dosis total di pagi hari dan sepertiganya di sore hari. Pemberian dosis pada waktu menjelang tidur harus dihindari karena dapat menyebabkan insomnia. Sebagai alternatif, bisa menggunakan prednison 4 sampai 5 mg per oral di pagi hari dengan tambahan 2,5 mg di sore hari. Selain itu, fludrokortison 0,1 hingga 0,2 mg per oral sekali sehari direkomendasikan untuk menggantikan aldosteron. Cara termudah untuk menyesuaikan dosis fludrokortison adalah dengan memastikan tekanan darah dan kadar kalium serum dalam kondisi normal.

Hidrasi yang normal dan tidak adanya hipotensi ortostatik merupakan bukti pengobatan yang adekuat. Pada beberapa pasien, fludrokortison menyebabkan hipertensi, yang dapat diobati dengan mengurangi dosis atau memberikan antihipertensi non-diuretik. Sebagian dokter cenderung memilih untuk memberikan fludrokortison dalam jumlah sedikit untuk menghindari penggunaan antihipertensi. Penyakit yang kambuh (misalnya, infeksi) bisa berdampak serius dan harus diobati dengan hati-hati; dosis hidrokortison pasien harus digandakan selama sakit. Jika terjadi mual dan muntah sehingga menghalangi terapi oral, maka perlu diberikan terapi parenteral. Pasien harus diinstruksikan kapan harus mengkonsumsi prednison atau hidrokortison tambahan, dan diajari bagaimana cara memakai hidrokortison parenteral pada situasi yang mendesak. Jarum suntik yang sudah terisi dengan 100 mg hidrokortison harus tersedia bagi pasien untuk pemberian intramuskular atau subkutan. Gelang atau kartu informasi mengenai diagnosis dan dosis kortikosteroid dapat membantu jika terjadi krisis adrenal yang membuat pasien tidak dapat berkomunikasi.

Jika kehilangan kadar garam yang begitu banyak, seperti saat berada di iklim yang sangat panas, maka dosis fludrokortison perlu ditingkatkan. Sementara itu, pada penyakit Addison yang disertai dengan diabetes melitus, dosis hidrokortison biasanya tidak boleh lebih dari 30 mg per hari, atau kebutuhan insulin yang harus diperbanyak. Pengobatan harus segera dilakukan segera setelah dicurigai adanya krisis adrenal. Pada krisis adrenal, terutama pada pasien yang mengalami hipotensi dan hipoglikemia, penundaan pemberian terapi kortikosteroid dapat berakibat fatal. Jika pasien sedang sakit parah, konfirmasi dengan tes stimulasi ACTH harus ditunda sampai pasien pulih.

Referensi

  1. NHS : Addison’s disease : https://www.nhs.uk/conditions/addisons-disease/
  2. Mayo Clinic : Addison’s disease : https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/addisons-disease/diagnosis-treatment/drc-20350296
  3. Hormone Health Network : Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) : https://www.hormone.org/your-health-and-hormones/glands-and-hormones-a-to-z/hormones/adrenocorticotropic-hormone-acth
  4. WebMD : Cushing’s Syndrome : https://www.webmd.com/a-to-z-guides/cushing-syndrome#1

Mahendra Pratama

Mahendra Pratama, seorang ahli gizi berusia 52 tahun dan bekerja di Handal Dok sebagai penulis/editor. Ia lulus dari Universitas Wijaya Kusuma sekitar 25 tahun yang lalu. Dia adalah mahasiswa yang berprestasi. Mahendra sering menulis artikel tentang nutrisi atau cara menjaga kesehatan. Dia memiliki hobi - yoga.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *