Obstructive Sleep Apnea

Obstructive Sleep Apnea atau (OSA) adalah salah satu gangguan tidur yang terjadi dikarenakan penutupan jalan nafas bagian atas secara sebagian atau seluruhnya sehingga berakibat terganggunya tidur yang nyenyak di malam hari.. OSA cenderung menyerang pria dewasa dan paruh baya walaupun tidak menutup kemungkinan terjadi pada kaum wanita dan anak-anak. Dalam OSA gangguan pernafasan yang terjadi mampu menyebabkan gangguan berlebihan di siang hari seperti gelisah, mendengkur dan kantuk yang berlebihan. OSA seringkali dianggap remeh bahkan sebagian besarnya tidak terdiagnosa sehingga tidak diobati dan sering dikaitkan dengan hipertensi, fibrilasi atrium, gagal jantung, cedera lalu lintas atau kematian terkait, aritmia serta Hypersomnia atau penderita kantuk berlebih. Obstructive Sleep Apnea umumnya merupakan gangguan tidur jangka panjang namun dapat ditangani dengan serangkaian pengobatan dan perawatan. 

Gejala yang ditunjukkan penderita OSA 

Gejala yang ditunjukkan penderita OSA sebagian besar adalah mendengkur meski tidak semua orang yang tidur mendengkur mengalami Obstructive Sleep Apnea ini. 

Beberapa gejala lain dari OSA yaitu :  

  • Tenggorokan kering sehingga menyebabkan tersedak 
  • Keringat berlebih di malam hari
  • Tidur tidak nyenyak dan gelisah
  • Kesulitan untuk tetap tidur karena sering terbangun 
  • Penurunan konsentrasi
  • Sakit kepala di pagi hari
  • Sakit tenggorokan dan mulut kering 
  • Hypersomnia keadaan dimana penderita merasa sangat lelah dan mengantuk mesti   telah tidur selama 7 jam.
  • Suasana hati yang mudah berubah
  • Pada pasien yang berisiko, tidur membuat saluran pernapasan bagian atas tidak stabil, menyebabkan penyumbatan sebagian atau seluruhnya pada nasofaring dan / atau orofaring sehingga memicu gangguan pernafasan.

Penyebab dan faktor resiko OSA 

Terjadinya Obstructive Sleep Apnea atau OSA dikarenakan adanya gangguan pernafasan. Gangguan tersebut berupa jeda sementara yang dipicu melemahnya jaringan di belakang tenggorokan karena tertidur dan biasanya terjadi saat tidur dalam posisi telentang. Tidur dalam posisi telentang membuat jalan nafas menyempit. Kondisi ini mengurangi jumlah udara yang masuk ke paru-paru sehingga menyebabkan gangguan pernafasan. Menyempitnya saluran nafas yang terjadi dalam posisi tidur telentang menyebabkan munculnya dengkuran karena getaran jaringan di belakang tenggorokan. 2 hingga 9 % kasus OSA terjadi pada orang dewasa; 4 kali lebih sering terjadi pada pria dan 7 kali lebih sering terjadi pada orang yang kelebihan berat badan (yaitu, dengan indeks Massa tubuh [BMI] > 30). OSA yang tergolong berat (indeks apnea-hipopnea > 30 / jam) dapat meningkatkan angka kematian pada pria paruh baya. Selain penyebab-penyebab tersebut sejumlah penelitian juga mengaitkan faktor-faktor resiko berikut dengan tingginya kemungkinan terjadinya Obstructive Sleep Apnea ini. Faktor resiko utama adalah kelebihan berat badan atau obesitas, namun tidak menutup kemungkinan juga terjadi pada orang yang kurus. Berikut sejumlah faktor resiko lainnya yang memperbesar kemungkinan terjadinya Apnea tidur : 

  • Ukuran leher yang besar –  > 34 cm, Leher yang besar memiliki lebih banyak jaringan lunak yang dapat menyebabkan gangguan pernafasan saat tidur.
  • Usia & Jenis Kelamin – Apnea tidur atau OSA lebih sering terjadi pada pria usia paruh baya pada wanita resikonya akan semakin meningkat bersamaan dengan menopause.
  • Hipertensi – Apnea Tidur sangat umum terjadi pada mereka yang menderita hipertensi atau Tekanan darah tinggi. 
  • Riwayat keluarga – Apnea tidur adalah kondisi yang diwariskan. Riwayat keluarga dengan Obstructive Sleep Apnea ditemukan pada 25-40% kasus. Ini menunjukkan jika penderita gangguan OSA dapat mengalami hal yang sama jika salah satu anggota keluarganya ada yang mengalami gangguan serupa. 
  • Terkadang Stroke, Acromegaly (suatu gangguan hormonal saat usia paruh baya), Hipotiroidisme (kondisi kekurangan hormone tiroid) juga disinyalir dapat menyebabkan kondisi OSA. 
  • Obstructive Sleep Apnea

Diagnosa Obstructive Sleep Apnea 

Untuk mengetahui apakah seseorang mengalami gangguan OSA maka serangkaian pemeriksaan terhadap munculnya beberapa gejala berikut perlu dilakukan. 

  • Kantuk di siang hari, episode tidur yang tidak disengaja, tidur tidak nyenyak, kelelahan, atau kesulitan untuk tetap terjaga
  • Rasa sakit kepala di pagi hari yang dipicu gangguan tidur di malam hari 
  • Bangun dengan ketidakmampuan untuk menarik napas, terengah-engah atau tersedak atau mengalami gangguan pernafasan.
  • Laporan mitra tentang dengkuran keras dan / atau gangguan pernapasan selama pasien tidur
  • Pasien dan orang yang berbagi tempat tidur, atau teman sekamarnya juga harus diwawancarai. Semua penurunan kuantitatif dan kualitatif dalam tidur.
  • Sedasi atau perubahan status mental akibat penggunaan obat atau pengobatan, penyakit kronis (termasuk penyakit kardiovaskular atau gangguan pernapasan), atau gangguan metabolisme dan perawatannya
  • Depresi 
  • Penyalahgunaan alkohol atau kecanduan narkoba
  • Narkolepsi merupakan suatu kondisi gangguan system saraf yang dapat menyebabkan kantuk berlebih bahkan tidur tanpa mengenal waktu dan tempat.
  • Gangguan tidur primer lainnya (misalnya, sindrom gerakan tungkai periodik , sindrom kaki geli 
  • Skrining ekstensif untuk riwayat gangguan tidur harus dilakukan pada semua pasien yang berusia paruh baya > 60 tahun 
  • Melaporkan kelelahan di siang hari, rasa kantuk berlebihan atau insomnia dan rasa sakit kepala di pagi hari.
  • Mengalami kelebihan berat badan 
  • Memiliki hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik (yang dapat disebabkan atau diperburuk oleh Obstructive Sleep Apnea), fibrilasi atrium (gangguan jantung yang ditandai dengan denyut yang tidak teratur atau cepat) atau penyakit denyut jantung lainnya, gagal jantung, stroke atau diabetes yang dapat menyebabkan gangguan OSA.

Diagnosis lanjutan Obstructive Sleep Apnea

Sebagian besar pasien yang menyampaikan keluhan tidur mendengkur tanpa diikuti gejala lain atau resiko kardiovaskular tidak memerlukan pemeriksaan lengkap untuk Obstructive sleep apnea . Pemeriksaan klinis mencakup :

  • Mencari obstruksi atau kelainan pada hidung yang memicu  gangguan pernafasan.  Gangguan pernafasan  dapat dipicu pembesaran tonsil, dan stenosis faring dan mengidentifikasi tanda-tanda gangguan hormonal seperti hipotiroidisme dan akromegali.
  • Pemeriksaan Polisomnografi yakni pemeriksaan dengan mendeteksi gelombang otak, diyakini sebagai tes terbaik untuk memastikan diagnosis adanya OSA dan mengukur keparahannya.  
  • Alat diagnostik portable berupa perangkat genggam untuk tes tidur di rumah lebih juga sering digunakan untuk mendiagnosis OSA. Perangkat genggam tersebut dapat mengukur detak jantung, oksimetri nadi, aktivitas, posisi, dan aliran udara hidung, dan mampu memberikan perkiraan yang dapat diandalkan tentang gangguan tidur yang dialami seseorang. 
  • Pengukuran TSH (thyroid-stimulating hormone) untuk gangguan hormonal, dapat dilakukan tergantung pada kecurigaan klinis.  OSA yang tidak diobati atau tidak terdiagnosis dapat menyebabkan gangguan kognitif yang berkaitan dengan insomnia, yang akhirnya dapat menyebabkan cedera serius atau kematian akibat kecelakaan, termasuk kecelakaan lalu lintas. Pasien yang mengantuk harus diperingatkan tentang risiko mengemudikan kendaraan, aktivitas yang melibatkan penggunaan mesin, atau aktivitas lain yang berbahaya bagi serangan tidur yang tidak disengaja.

Pengobatan Obstructive Sleep Apnea 

Pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi gangguan Obstructive Sleep Apnea lebih kepada pengendalian faktor resiko berupa penurunan resiko obesitas atau kelebihan berat badan, penggunaan obat penenang dan gangguan hormonal serta gangguan kronis lainnya.  

Penyembuhan terhadap OSA didefinisikan sebagai resolusi gejala dengan penurunan indeks apnea-hipopnea di bawah ambang batas, biasanya 10 / jam. Perawatan bertujuan mengontrol faktor risiko dan OSA. Perawatan khusus untuk OSA termasuk ventilasi tekanan jalan napas positif terus menerus, peralatan oral, dan operasi atau pembedahan jalan napas.

  • Stimulasi saraf hipoglosus. Prosedur non-anatomis adalah stimulasi saluran udara bagian atas. Dalam stimulasi saluran pernapasan bagian atas, alat yang ditanamkan digunakan untuk mengaktifkan cabang saraf hipoglosus. Ini adalah terapi yang mungkin efektif pada pasien yang dipilih secara tepat terutama yang memiliki penyakit sedang hingga berat dan yang tidak dapat mentolerir ventilasi tekanan jalan nafas positif secara terus menerus.
  • Perawatan ajuvan. Perawatan ajuvan sering digunakan, namun tidak terbukti berperan sebagai perawatan lini pertama untuk OSA. Pemberian oksigen tambahan meningkatkan oksigenasi darah, tetapi efek klinis yang menguntungkan tidak dapat diprediksi. Selain itu, oksigen dapat menyebabkan gangguan pernafasan yang disebabkan asidosis dan sakit kepala di pagi hari pada beberapa pasien.
  • Pemberian Obat anti depresan . Sejumlah obat yang telah dicoba misalnya, antidepresan trisiklik, teofilin, dronabinol , atomoxetine plus oxybutynin, namun pemberian obat-obatan ini tidak dapat secara konsisten direkomendasikan karena keampuhannya yang terbatas. 
  • Uvuloplasty dibantu laser, sebuah tindakan pembedahan untuk mengangkat jaringan uvula palatina berupa daging kecil yang menempel di langit-langit mulut bagian belakang juga diusulkan untuk mengatasi dengkuran yang keras namun efektivitasnya juga dapat menurun seiring waktu. 
  • Pelatihan dan bantuan pasien. Pemberian informasi yang benar juga menjadi salah satu upaya untuk membuat pasien dan keluarganya lebih mampu mengelola strategi pengobatan Obstructive Sleep Apnea, termasuk trakeostomi. Selain efektif dalam memberikan informasi, kelompok pendukung pasien juga efektif untuk memastikan perawatan dan tindak lanjut yang tepat waktu.

Referensi:

  1. Sleepfoundation: Obstructive Sleep Apnea: https://www.sleepfoundation.org/sleep-apnea/obstructive-sleep-apnea
  2. Sciencedirect: Obstructive Sleep Apnea from Sleep & Neurologic Disease, 2017: https://www.sciencedirect.com/topics/medicine-and-dentistry/obstructive-sleep-apnea
  3. Mayoclinic : Obstructive Sleep Apnea, Symptom and Causes:  https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/obstructive-sleep-apnea/symptoms-causes/syc-20352090
  4. Sleepeducation : Sleep Apnea, Overview and Facts: http://www.sleepeducation.org/essentials-in-sleep/sleep-apnea/overview-facts

Mahendra Pratama

Mahendra Pratama, seorang ahli gizi berusia 52 tahun dan bekerja di Handal Dok sebagai penulis/editor. Ia lulus dari Universitas Wijaya Kusuma sekitar 25 tahun yang lalu. Dia adalah mahasiswa yang berprestasi. Mahendra sering menulis artikel tentang nutrisi atau cara menjaga kesehatan. Dia memiliki hobi - yoga.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *